Dailykaltim.co – Era ekonomi berbagi (sharing economy) membawa tantangan hukum baru yang menghasilkan inovasi disruptif. Hal ini terjadi karena hukum sebagai sistem terbuka berinteraksi dengan teknologi.

Kecerdasan buatan (AI) dalam era 4.0 menciptakan model bisnis baru yang mendorong munculnya inovasi disruptif. Namun, masalah muncul ketika hukum belum bisa mengatur inovasi disruptif ini.

Anggota Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata menyampaikan pandangan tersebut dalam seminar internasional bertajuk “Legal And Human Rights Issues of Artificial Intelligence (AI) Gaps And Challenges, And Affected Future Legal Development in Various Countries” di Fakultas Hukum UNISSULA, Sabtu (1/6/2024).

“Inovasi dengan menciptakan barang atau jasa yang memiliki keunggulan fungsi lebih dari sebelumnya merupakan tujuan dari disruptive innovation. Seperti contoh munculnya aplikasi Whatsapp yang telah menggantikan telepon genggam berkabel, di mana Whatsapp memiliki fungsi yang jauh lebih unggul,” jelas Mukti.

Mengutip orasi ilmiahnya saat pengukuhan sebagai Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Mukti menekankan bahwa sharing economy yang melahirkan inovasi disruptif akan menimbulkan kekacauan jika diatur dengan norma yang dipakai untuk meregulasi bisnis konvensional.

Mukti mengusulkan beberapa gagasan. Pertama, hukum bisnis harus didesain secara pragmatis agar bisa mengikuti perubahan model bisnis yang sangat cepat. Kedua, perlu ada pergeseran otoritas regulator dari pemerintah ke pelaku usaha dengan memberi mereka hak untuk membuat self-regulation.

“Hal tersebut akan lebih efektif menjaga persaingan yang adil dan pasar akan semakin dinamis, sehingga masyarakat sebagai konsumen akan banyak diuntungkan,” tandasnya.

[RRI]

*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.

Exit mobile version