Dailykaltim.co, Penajam – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) terus memperkuat peran masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui perluasan sistem bank sampah. 

Kepala DLH PPU, Safwana, menyebut bahwa pihaknya menargetkan pertumbuhan jumlah bank sampah setiap tahun sebagai bagian dari strategi pemberdayaan warga dan pengurangan timbulan sampah langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Bank sampah itu memang setiap tahun kita dorong untuk ada penambahan,” ujar Safwana saat ditemui usai rapat internal di kantor DLH, belum lama ini.

Saat ini, total bank sampah aktif yang tercatat di bawah pengawasan DLH PPU telah mencapai angka 200 unit, tersebar di berbagai desa dan kelurahan. Angka ini, menurut Safwana, merupakan capaian yang cukup baik jika dibandingkan dengan awal program yang hanya menjangkau beberapa wilayah perkotaan. 

Namun, DLH tak ingin berhenti di angka tersebut. Sebaliknya, peta jalan penambahan bank sampah telah disusun hingga 2026 sebagai panduan pengembangan jangka menengah.

“Kita total ada 200 bank sampah kita. Kita kan membuat peta jalan, termasuk yang diminta oleh kementerian sampai tahun 2026, termasuk penambahan bank sampah,” terangnya.

Konsep bank sampah yang dikembangkan oleh DLH PPU tidak semata sebagai tempat penampungan dan pemilahan sampah, tetapi sebagai bagian dari gerakan ekonomi sirkular berbasis masyarakat. 

Dalam skema ini, masyarakat diajak untuk memilah dan menyetorkan sampah yang masih bernilai ekonomis, seperti plastik, kertas, dan logam. Sampah tersebut kemudian dicatat sebagai tabungan yang bisa diuangkan atau ditukar dengan kebutuhan pokok.

Safwana menilai model bank sampah tidak hanya efektif menurunkan volume sampah ke TPA, tetapi juga meningkatkan kesadaran warga dalam menjaga lingkungan dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan komunitas.

“Efektif itu, karena itu kan pemberdayaan masyarakat. Kalau seperti yang di Banyumas, masyarakat yang mengelola sampah,” ucapnya.

Ia merujuk pada keberhasilan sistem bank sampah di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sebagai salah satu contoh terbaik praktik pengelolaan berbasis warga. Di daerah tersebut, pemerintah hanya bertindak sebagai penyedia sarana dan fasilitator teknis, sedangkan pengelolaan dilakukan secara mandiri oleh masyarakat.

“Jadi pemerintah hanya menyediakan sarana prasarana, seperti dump truck-nya disewa. Jadi sampahnya dalam bentuk Refuse Derived Fuel (RDF) itu dijual,” jelas Safwana.

[RRI | ADV DISKOMINFO PPU]

*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.

Exit mobile version