Dailykaltim.co – Perubahan iklim di seluruh dunia mengancam sektor kehidupan, khususnya perekonomian negara. Menurut catatan WMO, negara maju dapat mengalami kerugian ekonomi terkait cuaca hingga 60 persen, meskipun proporsi ini hanya sekitar 0,1 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Namun, dampaknya jauh lebih besar bagi negara berkembang, di mana bencana bisa menyebabkan kerugian sebesar 5-30 persen dari PDB.

Di negara kepulauan kecil, bahkan 20 persen dari bencana bisa mengakibatkan kerugian mencapai 5 persen dari PDB, bahkan melebihi 100 persen dalam beberapa kasus.

Data ini menyoroti ketidakmampuan negara berkembang dan negara kepulauan kecil dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, termasuk krisis air dan pangan.

Oleh karena itu, melalui World Water Forum (WWF) ke-10 yang akan diselenggarakan di Indonesia pada Mei 2024, upaya diperlukan untuk meningkatkan kesetaraan dengan membantu negara-negara miskin tertinggal agar dapat meningkatkan kapasitas mereka dalam menghadapi perubahan iklim.

“Negara maju, berkembang, dan negara-negara kecil akan terkena dampaknya, tanpa pandang bulu. Jika kita tidak menyadari dan bekerja bersama, kita akan menghadapi konsekuensi yang serius,” kata Dwikorita.

Oleh karena itu, diperlukan kerjasama untuk mengatasi masalah ini. BMKG memiliki peran penting dalam memberikan informasi tepat waktu untuk membantu pihak terkait merancang strategi mitigasi.

BMKG berharap bahwa data dan informasi yang disediakan akan dijadikan landasan bagi kebijakan dan kesadaran masyarakat, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.

“Harapannya, informasi ini akan menjadi pengetahuan yang berguna dan mengilhami tindakan, akhirnya menjadi kebijaksanaan lokal di masyarakat,” tandasnya.

[RRI]

*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.

Exit mobile version