Dailykaltim.co, Penajam – Ketua Umum Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kalimantan Timur, Syafril Teha Noer, memberikan apresiasi khusus kepada Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). 

Dalam pandangannya, DKD PPU tampil sebagai salah satu representasi daerah yang paling progresif dalam membangun kemitraan kebudayaan dengan unsur Pemerintah Daerah (Pemda), terutama dalam menghadapi tantangan besar yang dibawa oleh kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Memang harus kami akui, (DKD) PPU selangkah lebih maju dalam membangun hubungan kemitraan yang mesra dengan unsur Pemda,” ujar Syafril dalam pernyataannya.

Pernyataan ini bukan tanpa konteks. Di banyak daerah lain, menurutnya, hubungan antara lembaga kesenian dan pemerintah sering kali dinamis—bahkan cenderung stagnan atau tidak produktif. 

Hal ini, menurut Syafril, justru menjadi pembeda yang signifikan dalam konteks PPU. Ia menilai, respon pemerintah daerah PPU terhadap peran dan keberadaan DKD sangat istimewa.

“Di beberapa daerah, hubungan itu sangat dinamis. Dalam beberapa hal malah menjurus kurang produktif. Respons yang kita terima dari Pemda PPU, bagi kami istimewa,” ungkapnya.

Kemitraan tersebut, menurutnya, lahir dari kesadaran para pemimpin daerah terhadap perubahan besar yang akan menerpa PPU sebagai wilayah yang bersisian langsung dengan proyek besar pemindahan ibu kota negara. Syafril menyebut, dinamika IKN bukan hanya akan berdampak secara fisik dan ekonomi, tetapi juga membawa implikasi kultural yang tidak kecil.

“Kami percaya itu bertolak dari kesadaran pemimpin daerah terhadap tantangan yang akan dihadapi PPU berkenaan dengan kehadiran IKN. Pasti akan memberikan implikasi kultural, kan,” katanya.

Kesadaran ini menjadi titik tolak penting mengapa Pemda PPU, menurut Syafril, menunjukkan dukungan yang kuat terhadap penguatan institusi kebudayaan seperti DKD. Ia juga menyebut bahwa kekhawatiran terhadap potensi degradasi budaya lokal bukan hanya dirasakan oleh para pemangku kepentingan pemerintahan, tetapi juga para budayawan dan pelaku seni yang menjadi garda terdepan dalam menjaga jati diri daerah.

“Kekhawatiran itu memang muncul dari beberapa budayawan. Mudah-mudahan saja itu menjadi salah satu pertimbangan Bupati PPU mengapa merasa perlu mendorong DKD ini, agar PPU punya ketahanan budaya,”lanjut Syafril.

Bagi Syafril, menjaga ketahanan budaya di era globalisasi bukan lagi pilihan, tetapi keniscayaan. Ia menegaskan bahwa semua daerah, tanpa terkecuali, sedang berhadapan dengan ancaman degradasi budaya akibat masuknya berbagai bentuk ekspresi dan nilai dari luar. Fenomena ini tak lepas dari pesatnya perkembangan teknologi informasi dan interaksi lintas batas yang semakin tak terbendung.

“Saya kira itu sebuah keniscayaan. Semua daerah menghadapi degradasi budaya. Kita tahu sekarang hubungan atau interaksi manusia dari berbagai belahan dunia itu kan boleh dibilang tanpa batas, tidak ada lagi sekat,”katanya.

Untuk itu, Syafril menekankan pentingnya kerangka regulasi yang menjadi payung kebijakan bagi upaya pemajuan kebudayaan. Ia menyoroti keberadaan Peraturan Daerah (Perda) Pemajuan Kebudayaan yang telah menetapkan peta jalan kesenian di Kalimantan Timur berdasarkan empat kluster utama: kesenian pedalaman, kesenian berbasis kraton, kesenian pesisir, dan kesenian urban.

“Kita punya Perda pemajuan kebudayaan. Itu membagi kesenian itu setidaknya dalam empat kluster: kesenian pedalaman, kesenian berbasis kraton, kesenian pesisir, dan kesenian urban. Kesenian urban ini yang masuk dari luar, bisa karena interaksi lintas etnik, bisa juga lintas bangsa,” jelasnya.

[RRI | ADV DISKOMINFO PPU]

*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.

Exit mobile version