Dailykaltim.co – Pengelolaan informasi yang transparan tidak bisa dilepaskan dari manajemen arsip yang rapi dan sesuai aturan. Namun, tak semua dokumen dapat serta-merta dikategorikan sebagai informasi publik. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dituntut memahami secara utuh batas-batas keterbukaan informasi yang diatur dalam perundang-undangan.

Hal ini ditegaskan oleh Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Muhammad Sumitro, dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) bagi PPID wilayah tengah Indonesia bertema “Transparansi Layanan Informasi Publik Untuk Percepatan Program Prioritas Nasional” di Denpasar, Bali, Rabu (20/8/2025).

”UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan UU Kearsipan memang beririsan, tapi keduanya mengatur hal yang berbeda. Maka sudah seharusnya PPID memahami hal itu sehingga saat menyampaikan informasi publik tidak terjadi pelanggaran dari dua UU tersebut,” kata Sumitro.

Menurut dia, UU Nomor 43 Tahun 2009 mengatur soal kearsipan, sementara keterbukaan informasi publik diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008. Keduanya punya fokus berbeda: satu pada pengelolaan dan pelestarian arsip, satu lagi pada akses informasi oleh publik.

Ia memaparkan bahwa UU Kearsipan menjamin keberadaan arsip yang autentik, menjadi penopang tata kelola pemerintahan yang baik, serta meningkatkan mutu pelayanan publik. Wilayah cakupannya pun luas — mencakup lembaga negara, pendidikan, organisasi masyarakat, hingga individu.

“UU Kearsipan hadir untuk menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya, mendukung penyelenggaraan negara yang baik, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Wilayah cakupannya lebih luas yakni negara,” jelas Sumitro.

Merujuk Pasal 1 angka 2 UU Nomor 43 Tahun 2009, arsip didefinisikan sebagai rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media, yang dibuat atau diterima oleh berbagai lembaga dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sementara itu, UU KIP menurut Sumitro bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif. Melalui regulasi ini, masyarakat didorong untuk lebih aktif mengakses, memanfaatkan, dan mengawasi jalannya pemerintahan.

”Kehadirannya itu memberdayakan masyarakat, meningkatkan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan, dan mengawasi jalannya pemerintahan,” tuturnya.

UU KIP mendefinisikan informasi publik sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, atau dikelola oleh badan publik, dan memiliki keterkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 14 Tahun 2008.

Sumitro mengingatkan bahwa peran PPID bukan sekadar menyebarkan informasi, tetapi juga harus cermat memilah dokumen yang benar-benar dapat dibuka ke publik. Informasi yang masih dalam bentuk dokumen internal, dan belum menjadi arsip dinamis, tidak serta-merta bersifat terbuka.

“Peraturan Kepala ANRI No. 17/2011, Bab I, alinea 2 menyebutkan setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik. Jadi arsip adalah dapur dari informasi publik guna mengolah mana yang bisa menjadi informasi publik sesuai UU,” pungkas Sumitro.

Dengan pemahaman yang komprehensif atas dua payung hukum tersebut, PPID diharapkan mampu menjadi garda depan keterbukaan informasi, tanpa mengabaikan etika, keamanan, dan kepentingan strategis negara.

[PRD]

*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.

Exit mobile version