Dailykaltim.co,– Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merilis data capaian Triwulan III 2025 terkait upaya percepatan pencegahan dan penurunan stunting serta masalah gizi pada balita, Senin (10/11/2025). Publikasi ini menjadi dasar evaluasi program sekaligus persiapan strategi intervensi gizi untuk tahun 2026.

Dalam webinar Publikasi Data Intervensi Stunting TW III-2025, Maria Endang Sumiwi, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Keluarga dan Komunitas Kemenkes, menjelaskan bahwa publikasi kali ini menjadi acuan untuk penyesuaian kebijakan dan langkah intervensi ke depan.

“Triwulan IV akan dipublikasikan Januari 2026 mendatang. Saat ini, tugas kita adalah mengejar target yang belum tercapai dan mempersiapkan strategi untuk tahun depan,” ujarnya.

Target nasional penurunan stunting pada 2025 ditetapkan sebesar 18,8 persen, dengan sasaran jangka panjang mencapai 14,2 persen pada 2029. Tahun ini, Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tidak dilaksanakan, sehingga capaian penurunan berikutnya akan diukur pada 2026.

Maria menyebut penurunan stunting harus dipercepat dua kali lipat dibanding periode sebelumnya.

“Saat ini, stunting menurun dari 20,1 persen menjadi 19,8 persen, atau turun sekitar 2,7 persen. Target 2026 adalah menurunkan angka dari 19,8 persen menjadi 18,8 persen, dengan penurunan rata-rata per tahun sekitar 1,2 persen, namun akan diupayakan turun 3–4 persen agar target 2029 tercapai lebih cepat,” jelasnya.

Capaian terkini menunjukkan tren positif, dengan penurunan kasus stunting, wasting (gizi kurang), dan overweight (kelebihan berat badan) dibanding 2023. Namun, indikator underweight (berat badan terhadap umur) masih mengalami peningkatan.

“Upaya penurunan harus ditingkatkan agar pada 2026 semua indikator berada dalam zona hijau,” tambah Maria.

Berdasarkan data Kemenkes, penurunan stunting tertinggi terjadi pada kelompok usia 0–5 bulan, yang turun dari 13,7 menjadi 10 persen. Balita 6–11 bulan menurun dari 13,1 menjadi 11,5 persen, sedangkan balita 12–23 bulan turun dari 22,7 menjadi 19,9 persen.

Maria juga menekankan pentingnya periode kehamilan hingga usia 24 bulan sebagai masa kritis dalam intervensi gizi, termasuk pemberian ASI eksklusif dan MPASI tepat waktu.

“Modal awal gizi yang baik akan berdampak pada penurunan stunting jangka panjang,” ujarnya.

Kemenkes membagi strategi penanganan menjadi dua kategori utama: Pencegahan Masalah Gizi dan Perbaikan Masalah Gizi. Pencegahan dilakukan sejak fase remaja putri, ibu hamil, hingga balita, termasuk pencegahan anemia dan pemberian tablet tambah darah.

Sementara itu, perbaikan masalah gizi menjadi “pagar terakhir” untuk memastikan balita berisiko gizi tidak jatuh pada kondisi stunting. Evaluasi menunjukkan bahwa pelaksanaan intervensi tahap akhir ini masih perlu diperkuat agar lebih efektif.

Maria menambahkan, enam provinsi kini menjadi fokus intervensi spesifik karena menyumbang prevalensi stunting tertinggi di tingkat nasional, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

“Keberhasilan intervensi spesifik akan menentukan penurunan stunting nasional. Jika intervensi mencapai target, kita dapat segera melihat penurunan signifikan, sekaligus mencegah balita baru mengalami stunting,” pungkasnya.

[UHD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.

Exit mobile version