Dailykaltim.co – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar Webinar Agribisnis Series 3 bertajuk “Dilema Bawang Putih, antara Impor dan Target Swasembada” pada Selasa, 22 Juli 2025. Forum ini menjadi wadah strategis untuk membedah persoalan defisit pasokan bawang putih yang kian memburuk di Indonesia.

Masalah ketergantungan impor bawang putih menjadi perhatian utama. Hingga kini, produksi nasional belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Daya saing yang lemah, harga jual yang tidak kompetitif di tingkat petani, serta minimnya integrasi antara sektor hulu dan hilir disebut sebagai penyebab utama stagnasi sektor ini.

“Webinar ini akan mengulas strategi komprehensif, mulai dari kebijakan perdagangan, penguatan budi daya, hingga kolaborasi multipihak, dalam rangka mendalami persoalan dan merumuskan solusi strategis,” ujar Kepala Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler (PR EPS) BRIN, Umi Karomah Yaumidin.

Dalam paparannya, Umi menyinggung keberhasilan Indonesia mencapai swasembada bawang putih pada 1982. Saat itu, daerah sentra produksi seperti Temanggung, Lombok Timur, dan Enrekang memainkan peran penting, berkat kondisi agroklimat yang ideal untuk budidaya bawang putih.

“Pada periode tersebut, teknologi budi daya masih sederhana, namun cukup memadai untuk mendukung produktivitas. Selain itu, kebijakan pemerintah yang membatasi impor serta harga jual yang stabil turut mendorong minat petani untuk menanam bawang putih,” jelasnya.

Namun, kondisi berubah drastis sejak pertengahan 1990-an. Pemerintah mulai membuka keran impor, terutama dari Tiongkok, yang menawarkan harga jual jauh lebih murah. Pasca krisis moneter 1998, deregulasi dan liberalisasi perdagangan makin memperbesar volume impor, sehingga petani lokal semakin sulit bersaing di pasar domestik.

Berdasarkan data, impor bawang putih pada 2000 tercatat mencapai 174,14 ribu ton. Angka ini terus melonjak hingga menyentuh 587,94 ribu ton pada 2018. Hingga tahun 2025, Kementerian Perdagangan memperkirakan kebutuhan impor sebesar 550.000 ton per tahun.

Pasar dalam negeri saat ini didominasi oleh bawang putih impor dari Tiongkok, India, Taiwan, dan Amerika Serikat. Ketergantungan ini berkontribusi terhadap makin lebarnya defisit pasokan nasional. Pada 2020, kekurangan pasokan tercatat sebesar 393,65 ribu ton. Tren defisit terus berlanjut seiring meningkatnya kebutuhan konsumsi, yang naik dari 498,94 ribu ton pada 2020 menjadi 526,77 ribu ton pada 2024.

Pemerintah telah mengupayakan beberapa langkah untuk mengurangi ketergantungan impor, di antaranya melalui kebijakan wajib tanam bagi importir serta pemberian insentif untuk budidaya bawang putih di dataran tinggi. Namun, efektivitas kebijakan tersebut belum menunjukkan hasil signifikan.

“Namun, tantangan besar masih dihadapi. Antara lain rendahnya minat petani akibat harga jual yang kurang kompetitif, juga lemahnya integrasi antara sektor hulu (budi daya) dan hilir (pasar),” kata Umi.

Webinar ini juga menghadirkan akademisi, pelaku usaha benih, peneliti, serta pejabat pemerintah. Forum ini diharapkan mampu menjadi ruang diskusi kolaboratif untuk merumuskan kebijakan yang mendukung tercapainya swasembada bawang putih dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

[UHD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.

Exit mobile version