Dailykaltim.co – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan bahwa kasus meninggalnya seorang balita berinisial R asal Sukabumi bukan disebabkan oleh cacing gelang, melainkan karena kondisi medis berat berupa sepsis, malnutrisi, stunting, serta meningitis tuberkulosis (TBC).

Balita tersebut meninggal dunia di RSUD Syamsudin, Senin, 21 Juli 2025, setelah menjalani perawatan intensif selama sembilan hari sejak dirawat pada 13 Juli dengan kondisi penurunan kesadaran.

Ketua Kolegium Parasitologi Klinik, Prof. dr. Agnes Kurniawan, menegaskan bahwa penyebab kematian pasien bukan karena cacing gelang (ascaris lumbricoides).

“Penyebab kematian bukan cacing. Pasien sudah masuk rumah sakit dalam kondisi kesadaran menurun. Albendazole tidak langsung membunuh cacing, tetapi memicu migrasi keluar tubuh. Hasil pemeriksaan foto abdomen tidak menunjukkan adanya obstruksi atau sumbatan pada usus yang dapat menyebabkan peritonitis (radang selaput usus),” jelasnya.

Pendapat serupa disampaikan Prof. dr. Anggraini, yang menyatakan bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan infeksi pada susunan saraf pusat serta sepsis. Ia menambahkan, cacing dewasa tidak mungkin masuk ke otak, paru, maupun jantung karena ukurannya besar.

“Larva cacing gelang memang memiliki siklus hidup melalui pembuluh darah dan saluran napas yang kadang menyebabkan gangguan nafas, namun tidak menyebabkan kematian,” katanya.

Dokter penanggung jawab, dr. Sianne, menjelaskan pasien datang ke IGD dalam keadaan tidak sadar setelah mengalami demam tinggi.

“Pasien pertama kali datang ke rumah sakit sudah mengalami penurunan kesadaran, dan demam serta batuk sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat medis menunjukkan pasien telah menjalani pengobatan yang tidak jelas ke mana lebih dari sepuluh kali dalam tiga bulan terakhir oleh karena demam dan batuk,” ujar dr. Sianne.

Selama perawatan, tim medis menemukan cacing gelang dewasa. Pemeriksaan radiologi toraks menunjukkan adanya TBC paru aktif dan pneumonia, sementara radiologi abdomen memperlihatkan banyak cacing tanpa tanda sumbatan. CT scan kepala juga mengonfirmasi meningitis.

Pasien ditangani dengan terapi menyeluruh berupa obat anti-TB, antibiotik, koreksi elektrolit, obat penunjang tekanan darah dan jantung, serta pemberian albendazole. Setelah terapi tersebut, pasien mengeluarkan cacing dalam jumlah banyak melalui buang air besar selama beberapa hari.

Meski demikian, kondisi tidak membaik. Pada hari kesembilan perawatan, 21 Juli 2025, pukul 14.24 WIB, pasien dinyatakan meninggal dunia. Menurut dr. Sianne, penyebab kematian langsung adalah sepsis, dengan faktor penyerta malnutrisi berat (kwashiorkor) dan stunting, serta penyebab dasar meningitis TBC stadium 3.

Ia juga meluruskan kabar di media terkait jumlah cacing yang keluar hingga 1 kilogram.

“Kami tidak melakukan penimbangan karena keluarnya cacing berlangsung bertahap selama beberapa hari,” tegasnya.

Kementerian Kesehatan menegaskan kasus ini menjadi pengingat akan bahaya TBC lanjut yang diperburuk malnutrisi dan infestasi parasit. Masyarakat diimbau lebih memperhatikan asupan gizi anak, menjaga kebersihan lingkungan, serta melakukan deteksi dini penyakit menular.

Untuk informasi lebih lanjut, masyarakat dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, atau email kontak@kemkes.go.id.

[UHD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.

Exit mobile version