Dailykaltim.co – Kementerian Perdagangan menyusun sejumlah langkah strategis untuk merespons potensi perang dagang, termasuk kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap negara mitra dagangnya.

Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan pemerintah mengedepankan jalur diplomasi dalam menyikapi kebijakan tersebut.

“Jadi kita sebenarnya sudah mempersiapkan tim negosiasi kita, artinya ada di kedutaan. Jadi kadang-kadang Amerika ini kan cepat sekali berubah sehingga kita harus antisipasi kalau ada perubahan ya kita sudah siap,” ujar Budi dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2025 di Jakarta, dikutip Kamis, 3 Juli 2025.

Selain diplomasi, pemerintah juga menjalankan strategi pengalihan pasar ekspor sebagai respons terhadap tarif resiprokal. Budi menjelaskan bahwa kementeriannya terus mempercepat penyelesaian perundingan kerja sama perdagangan seperti IEU-CEPA, I-EAEU CEPA, I-Peru CEPA, dan Indonesia–Tunisia PTA. Upaya tersebut bertujuan memperluas dan mendiversifikasi pasar ekspor nasional.

Kemendag turut mendorong percepatan ratifikasi perjanjian perdagangan seperti Indonesia–Canada CEPA dan Indonesia–Iran PTA, agar pelaku usaha nasional bisa segera memanfaatkan preferensi dagang yang tersedia.

“Pasar ekspor kita banyak di negara lain dan salah satu caranya adalah bagaimana kita mempercepat proses negosiasi perjanjian dagang kita dengan negara lain atau kawasan lain. Itu yang kita lakukan dan tahun ini banyak progres yang bisa kita lakukan,” kata Budi.

Langkah ketiga yang diambil pemerintah ialah mengantisipasi potensi limpahan barang impor. Pemerintah memaksimalkan penggunaan mekanisme trade remedies WTO seperti bea masuk antidumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP). Selain itu, pemerintah memperkuat pengawasan ekspor-impor di seluruh pintu masuk kepabeanan.

Kemendag juga meningkatkan pengawasan pasca peredaran barang impor di pasar domestik.

“Jangan sampai ketika barang itu tidak bisa diterima di Amerika, kemudian masuknya ke Indonesia,” ucap Budi.

Strategi keempat yang dijalankan yakni mengevaluasi seluruh perjanjian perdagangan yang sudah diberlakukan. Budi menyebut pemerintah mengkaji dampak implementasi dari 19 perjanjian perdagangan aktif, 10 perjanjian dalam proses ratifikasi, serta 16 yang masih dalam tahap perundingan.

“Kita tentu tidak hanya sekadar membuat perjanjian dagang yang baru, tetapi kita itu sudah ada 19 perjanjian dagang yang sudah implementasi, 10 \[perjanjian dagang] yang sedang proses ratifikasi, dan 16 yang sedang dirundingkan,” katanya.

Ia menekankan bahwa perjanjian perdagangan perlu memberikan manfaat timbal balik. Neraca perdagangan antara kedua negara, menurut Budi, harus dijaga agar tetap saling menguntungkan.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2 April 2025 menetapkan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap Indonesia. AS menilai Indonesia menghambat arus perdagangan mereka melalui kebijakan tarif sepihak, penerapan TKDN, sistem perizinan impor yang kompleks, dan pengelolaan devisa hasil ekspor.

Pada 9 April 2025, AS menangguhkan pemberlakuan tarif tersebut selama 90 hari bagi 56 negara mitra, termasuk Indonesia. Kemudian pada 4 Juni 2025, tarif untuk produk baja, aluminium, dan turunannya dilipatgandakan menjadi 50 persen, kecuali untuk Inggris.

Meskipun demikian, pemerintah berharap negosiasi dagang yang tengah berlangsung dapat menjaga kestabilan neraca perdagangan nasional. Indonesia diketahui telah mencatatkan surplus perdagangan selama 61 bulan berturut-turut.

Amerika Serikat berkontribusi paling besar terhadap surplus tersebut. Pada Januari–Mei 2025, nilai surplus mencapai US\$7,08 miliar, menggantikan posisi India sebagai negara penyumbang surplus terbesar.

Pada periode yang sama, India menyumbang surplus sebesar US\$5,3 miliar, lebih rendah dari capaian tahun sebelumnya senilai US\$6,59 miliar. Sepanjang 2020–2024, Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan AS senilai US\$10 miliar hingga US\$16,6 miliar, dengan tren pertumbuhan tahunan sebesar 5,32 persen.

Pada 2024, surplus dengan AS mencapai US\$14,34 miliar. Negeri itu menjadi tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia dengan pangsa 9,94 persen atau senilai US\$26,3 miliar. Di sisi impor, AS menempati posisi keempat sebagai negara asal barang impor dengan pangsa 5,12 persen atau setara US\$12 miliar.

[UHD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.

Exit mobile version