Dailykaltim.co – Peningkatan kemandulan pria hingga hampir 80 persen sejak dekade 1990-an menjadi temuan yang mencemaskan dari sebuah studi terbaru. Namun di balik angka yang menggemparkan itu, muncul banyak pertanyaan yang belum terjawab.
Penelitian yang dimuat dalam laporan tersebut menyebutkan bahwa faktor infeksi, terutama dari parasit Toxoplasma gondii, diduga berperan dalam merusak kualitas sperma pria. Parasit ini umumnya ditemukan pada kucing, dan bisa berpindah ke manusia melalui makanan atau kontak langsung. Dalam sejumlah kasus, infeksi toxoplasma memang diketahui mengganggu sistem imun dan bisa memengaruhi organ reproduksi. Tapi apakah ini cukup kuat menjadi penjelasan tunggal atas tren menurun kesuburan pria secara global?
Di sinilah letak pertanyaan yang lebih besar. Apakah infeksi parasit benar-benar menjadi faktor utama, atau justru sekadar salah satu penyebab kecil dari banyak penyebab yang lebih sistemik? Sebab, sejumlah pakar kesehatan justru sejak lama menyebut bahwa gaya hidup modern—mulai dari konsumsi makanan cepat saji, polusi lingkungan, kebiasaan merokok, stres kronis, hingga paparan bahan kimia pengganggu hormon (endocrine disruptors)—berperan besar dalam menurunnya kualitas sperma. Bahkan faktor sosial seperti tekanan ekonomi, gaya hidup sedentari, dan usia pernikahan yang semakin menua juga tak bisa diabaikan.
Sayangnya, studi yang dikutip belum sepenuhnya membeberkan metode penelitian secara terbuka. Tidak dijelaskan secara rinci populasi sampelnya, wilayah kajian, ataupun bagaimana angka 80 persen itu dihitung. Tanpa penjelasan rinci soal metodologi dan variabel yang dianalisis, publik justru berisiko disuguhi narasi tunggal yang belum tentu mewakili kompleksitas realitas.
Sejumlah ilmuwan bahkan mengingatkan agar data tentang tren penurunan kesuburan tidak disederhanakan. Kemandulan adalah kondisi medis multifaktor, yang melibatkan kombinasi faktor biologis, lingkungan, dan sosial. Mengaitkan fenomena global itu hanya dengan satu parasit bisa menjadi pengaburan yang justru mengalihkan perhatian dari upaya penanggulangan yang lebih menyeluruh.
Angka 80 persen itu memang mengkhawatirkan. Tapi jika publik hanya fokus pada satu penyebab dan mengabaikan banyak faktor lainnya, maka kesadaran preventif bisa salah arah. Alih-alih mencari kambing hitam, yang dibutuhkan adalah edukasi menyeluruh, layanan kesehatan reproduksi yang mudah diakses, serta kebijakan lingkungan yang melindungi generasi masa depan dari krisis kesuburan yang semakin nyata
[PRD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.