Dailykaltim.co – Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) mengungkapkan potensi kerugian negara mencapai sekitar Rp1 triliun akibat aktivitas tambang batubara ilegal di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto. Selain menghilangkan potensi penerimaan negara, praktik tersebut dinilai merusak kawasan konservasi yang kini berada dalam delineasi Ibu Kota Nusantara (IKN).

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa tambang ilegal di kawasan hutan memiliki dampak serius terhadap ekonomi sekaligus ekosistem.

“Tambang ilegal di kawasan hutan tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara, tetapi juga merusak ekosistem yang memegang peran penting bagi kehidupan manusia. Untuk kejahatan seperti ini, tidak ada ruang kompromi,” ujarnya, Kamis (13/11/2025).

Dwi menambahkan, penindakan terhadap tambang ilegal khususnya di kawasan konservasi dalam wilayah IKN akan dilakukan secara konsisten. Ia menilai penanganan perkara ini bukan semata proses hukum terhadap pelaku, tetapi bagian dari upaya menjaga sumber daya hutan dan mencegah kerusakan ekologis jangka panjang.

“Kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas kerja sama dan sinergitas yang terbangun dengan baik antara Ditjen Gakkum Kehutanan dan seluruh instansi terkait dalam pengungkapan kasus ini. Saya optimis penegakan hukum kehutanan ke depan akan semakin solid dan kuat dalam menghadapi kejahatan kehutanan yang kian kompleks,” katanya.

Perhitungan kerugian negara tersebut berkaitan dengan kasus penambangan batubara ilegal yang menyeret MH (37), Direktur CV WU, sebagai tersangka. MH diduga menjadi pemodal dan penanggung jawab aktivitas penambangan ilegal di Tahura Bukit Soeharto pada 2022. Ia berhasil diperiksa setelah penyidik Gakkumhut Wilayah Kalimantan, melalui koordinasi dengan Biro Korwas Bareskrim Polri dan Subdit V Bareskrim, melakukan pemeriksaan intensif. MH berstatus buron selama sekitar tiga tahun sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan pada 4 Februari 2022 oleh tim SPORC Brigade Enggang Kalimantan Timur terhadap empat operator alat berat berinisial S (47), B (44), AM (32), dan NT (44). Para operator tertangkap tangan menambang batubara ilegal di area Green Belt Waduk Samboja, yang termasuk dalam kawasan IKN.

MH dijerat pasal berlapis terkait Undang-Undang Kehutanan dan Cipta Kerja, dengan ancaman penjara maksimal 10 tahun serta denda hingga Rp5 miliar. Penjeratan pasal dilakukan atas tindakan penambangan tanpa izin di kawasan hutan konservasi.

Kepala Balai Gakkumhut Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom, menyebut penetapan MH sebagai tersangka merupakan hasil penyelidikan panjang dan koordinasi intensif antarlembaga.

“MH adalah target DPO yang sudah bertahun-tahun kami kejar. Berkat dukungan dan koordinasi yang kuat dengan Biro Korwas Bareskrim Mabes Polri dan Subdit V Bareskrim Mabes Polri, akhirnya kami dapat melakukan pemeriksaan dan menetapkan MH sebagai tersangka. Kami akan terus menelusuri dan membongkar jaringan lain yang terafiliasi dengan MH dalam praktik pertambangan ilegal di Tahura Bukit Soeharto,” ujarnya.

[UHD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.

Exit mobile version