Dailykaltim.co, Penajam – Banyak yang menyangka persoalan penularan penyakit seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) dan malaria erat kaitannya dengan kondisi geografis. Namun bagi Harjito Ponco Waluyo, Penata Kelola Layanan Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Penajam Paser Utara (PPU), persoalan utamanya justru terletak pada satu hal mendasar: kesadaran masyarakat.
“Kalau secara geografis sebenarnya enggak berpengaruh, sama saja dengan desa-desa yang lain, tetapi memang aktifitas orang-orangnya,” ujarnya saat ditemui.
Menurut Harjito, kawasan rawan bukan berarti selalu soal dataran rendah, daerah basah, atau wilayah terisolir. Sebab, yang jauh lebih menentukan adalah bagaimana masyarakat di suatu wilayah menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggalnya.
Kesadaran untuk rutin membersihkan tempat penampungan air, menguras bak mandi, hingga menutup wadah air yang berpotensi menjadi tempat berkembangbiaknya jentik nyamuk—itulah yang menjadi garda terdepan dalam menekan penyebaran DBD. Harjito mengungkapkan, karakteristik biologis virus DBD sangat berbeda dari parasit malaria. Virus dengue, kata dia, memiliki kemampuan luar biasa: berpindah dari nyamuk betina dewasa ke telur-telurnya, sehingga siklus penularannya bisa dimulai bahkan sejak nyamuk baru menetas.
“Pasalnya, kalau DBD virusnya itu dibawa sampai ke telurnya, jadi telur yang menetas itu sudah membawa virus,” ujar Harjito. Kondisi ini membuat upaya pengendalian DBD menjadi lebih kompleks dan menantang.
Berbeda dengan DBD, penularan malaria memiliki jalur yang lebih linier. Parasit penyebabnya, yakni plasmodium, hanya terdapat pada nyamuk dewasa yang telah menggigit orang terinfeksi. Artinya, telur nyamuk tidak serta-merta membawa parasit malaria, dan ini memberi sedikit ruang untuk strategi pemutusan rantai penularan.
“Beda dengan malaria, kalau malaria hanya nyamuk dewasa saja yang membawa parasitnya, tetapi di telurnya enggak ada,” terang Harjito. Meski demikian, ia menegaskan bahwa baik DBD maupun malaria sama-sama sulit ditangani, terutama jika masyarakat kurang terlibat aktif dalam upaya pencegahan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam pengendalian dua penyakit ini akan selalu terbatas jika tidak dibarengi partisipasi warga. Menurut Harjito, edukasi dan penyadartahuan masyarakat menjadi investasi penting dalam kesehatan lingkungan.
“Sebenarnya sama-sama sulitnya menangani, tinggal kesadaran masyarakatnya saja yang diperkuat,” tegasnya.
[RRI]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.