Dailykaltim.co –  Di tengah arus modernisasi dan tekanan globalisasi yang semakin deras, warisan-warisan budaya lokal kerap terpinggirkan, nyaris hilang dari keseharian masyarakat. Namun, di Desa Sumber Rahayu, Kecamatan Rambang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, satu tradisi tua masih terus hidup dan berdetak dalam nadi sosial masyarakatnya: tradisi Behantat. Tradisi ini bukan sekadar rangkaian seremoni pranikah, melainkan cermin nilai dan etika sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Dalam penelitian yang dimuat di Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan (Volume 20, Nomor 1, Juni 2025), berjudul “Behantat: Warisan Budaya yang Menghidupkan Nilai dan Etika Sosial” oleh Muhammad Reza Arviansyah, Ageng Shagena, dan Hudaidah dari FKIP Universitas Sriwijaya, ditunjukkan bahwa tradisi Behantat merupakan pilar penting dalam membangun keharmonisan sosial, mempererat kekerabatan, dan menanamkan nilai tanggung jawab serta gotong royong.

Masyarakat Sumber Rahayu bukan hanya mempertahankan tradisi ini sebagai bentuk seremoni adat, tetapi menjadikannya sebagai pedoman hidup sosial. Behantat menjadi ruang tempat nilai-nilai luhur seperti sopan santun, kesederhanaan, dan kepedulian sosial dilembagakan secara kolektif. Tradisi ini berlangsung dalam empat tahap utama: betandang (lamaran), antar-antaran (behantat), mbalasi, dan nari (pesta).

Setiap tahap tidak hanya memiliki makna simbolis, tetapi juga memuat etika sosial yang mengakar kuat. Misalnya, dalam tahap betandang, pihak keluarga laki-laki datang dengan penuh hormat untuk melamar sang gadis—sebuah bentuk penghormatan antar keluarga dan upaya membangun konsensus sosial. Selanjutnya, dalam tahap antar-antaran, keterlibatan tetangga dalam mengumpulkan hantaran menjadi cermin gotong royong yang masih kokoh di tengah masyarakat yang umumnya sudah mulai terfragmentasi secara sosial.

Behantat juga merepresentasikan bentuk komunikasi antar keluarga besar yang melampaui sekadar relasi biologis. Nilai silaturahmi yang terkandung di dalamnya memperkuat hubungan sosial yang semakin jarang dirawat dalam masyarakat modern. Dalam kerangka ini, Behantat bukan hanya tradisi simbolik, melainkan juga mekanisme sosial yang mencegah retaknya kohesi antar kelompok.

Penelitian ini menyoroti bahwa Behantat memiliki dua bentuk utama: Behantat Perkawinan dan Behantat Tunangan. Keduanya berperan penting dalam mempertemukan dua keluarga besar secara emosional dan spiritual. Barang-barang yang diantarkan—seperti makanan, sayuran, atau perhiasan—bukan sekadar simbol, melainkan ekspresi kasih sayang, rasa hormat, dan solidaritas sosial.

Salah satu kekuatan utama dari tradisi Behantat adalah kemampuannya untuk mentransmisikan etika sosial secara halus namun efektif. Dalam seluruh prosesi, terdapat ajaran tentang tanggung jawab, sikap saling menghargai, kesopanan, dan kerendahan hati. Penelitian ini menegaskan bahwa etika-etika tersebut tidak hanya diucapkan, tetapi diwujudkan secara nyata dalam tindakan kolektif masyarakat.

Pada tahap mbalasi, misalnya, pihak perempuan mengembalikan sebagian barang yang dibawa oleh pihak laki-laki, sebagai simbol resiprositas dan penghargaan atas niat baik. Inilah bentuk keseimbangan relasi sosial yang begitu kaya makna dan menjadi kunci dalam membina hubungan harmonis.

Sementara dalam tahap nari, atau pesta, terjadi pengakuan publik terhadap ikatan dua keluarga. Perayaan ini bukan sekadar hiburan, tetapi bentuk afirmasi kolektif bahwa nilai kekeluargaan dan sosial telah terjalin dan disepakati bersama.

Di tengah perubahan zaman yang bergerak cepat, tradisi seperti Behantat menjadi jangkar penting dalam menjaga identitas kultural masyarakat. Ia bukan fosil budaya, tetapi organisme sosial yang terus hidup dan bernapas melalui tindakan kolektif. Kehadirannya menjadi bukti bahwa masyarakat lokal masih memiliki otonomi kultural yang kuat untuk mempertahankan nilai-nilai luhur di tengah derasnya perubahan.

Namun, seperti disinggung dalam jurnal tersebut, Behantat tidak akan selamanya lestari jika tidak dihidupkan secara sadar oleh generasi muda. Perlu ada upaya edukasi kultural yang konsisten, baik melalui kurikulum pendidikan lokal, festival budaya, maupun dokumentasi digital, agar tradisi ini tidak sekadar menjadi cerita masa lalu yang tinggal dalam buku-buku sejarah.

Tradisi Behantat menjadi cermin dari bagaimana warisan budaya lokal tidak hanya menyimpan memori kolektif, tetapi juga menjadi penuntun etika dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dari seremoni, Behantat adalah sistem nilai yang menghidupkan solidaritas, mempererat silaturahmi, dan memupuk penghargaan antarmanusia.

Sebagaimana ditekankan dalam penelitian Arviansyah, Shagena, dan Hudaidah, pelestarian tradisi seperti Behantat adalah tanggung jawab sosial yang lebih besar dari sekadar melestarikan budaya; ia adalah bentuk ikhtiar merawat kehidupan sosial yang manusiawi dan beradab.

[UHD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.

Exit mobile version