Dailykaltim.co – Kementerian Hukum (Kemenkum) tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Regulasi ini disiapkan untuk menggantikan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 yang selama ini menjadi dasar hukum pelaksanaan pidana mati di lingkungan peradilan umum dan militer.
Langkah ini bertujuan memperbarui mekanisme hukum agar sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) dan perkembangan sistem hukum modern.
“Tujuan dari RUU ini adalah memberikan jaminan pelindungan tentunya bagi terpidana mati berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,” ujar Wakil Menteri Hukum, Eddy Hiariej, saat membuka kegiatan Uji Publik RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati di Ruang Rapat Soepomo, Sekretariat Jenderal Kemenkum, Rabu, 8 Oktober 2025.
Eddy menjelaskan bahwa RUU tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025, berdasarkan Keputusan DPR RI Nomor 23/DPR RI/I/2025–2026 tentang Perubahan Prolegnas RUU Tahun 2025–2029 serta Perubahan Kedua Prolegnas Prioritas Tahun 2025.
“Pada tanggal 23 September 2025 melalui keputusan DPR RI, RUU pelaksanaan pidana mati ini masuk dalam prioritas tahun 2025. Artinya hari ini setelah kita membahas dan mendapatkan paraf dari kementerian/lembaga, akan segera kita ajukan ke presiden bersama dengan Undang-Undang Penyesuaian Pidana,” ujarnya.
Dalam paparannya, Eddy menyoroti sejumlah pembaruan yang dibawa RUU ini dibandingkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964, terutama terkait hak, kewajiban, dan persyaratan bagi terpidana mati.
“Untuk hak narapidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, bebas dari penggunaan alat pengekangan yang berlebihan, mendapatkan fasilitas hunian yang layak, menjalin komunikasi dengan keluarga dan/atau kerabat pasca penetapan pelaksanaan pidana mati ditetapkan, mengajukan tempat pelaksanaan pidana mati dan/atau mengajukan permintaan lokasi dan tata cara penguburan,” jelasnya.
Sementara itu, syarat pelaksanaan pidana mati dalam RUU ini mencakup sejumlah ketentuan, antara lain masa percobaan bagi terpidana mati yang tidak menunjukkan sikap atau perbuatan terpuji, serta kondisi di mana terpidana telah mengajukan grasi namun ditolak dan berada dalam keadaan sehat.
“Selain itu, syarat pelaksanaan pidana mati yaitu telah mengajukan grasi dan grasinya ditolak dan berada dalam kondisi sehat,” ujar Eddy.
Lebih lanjut, Eddy juga membuka kemungkinan adanya pilihan metode eksekusi selain tembak mati, seperti injeksi atau kursi listrik, dengan mempertimbangkan aspek ilmiah dan kemanusiaan.
“Mungkin secara ilmiah bisa dipertimbangkan, yang mendatangkan kematian paling cepat itu apakah dengan kursi listrik atau dengan tembak mati atau dengan injeksi. Kemarin sempat tercetus kenapa tidak dikasih pilihan, ini yang bisa kita diskusikan,” tutup Wamenkum.
[UHD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.