Dailykaltim.co – Pemerintah Indonesia menargetkan hilirisasi dengan nilai mencapai USD 618 miliar atau sekitar Rp 10.126 triliun pada 2025, melalui sejumlah proyek strategis yang akan dimulai pada tahap pertama. Proyek-proyek ini melibatkan sektor-sektor kunci seperti minyak dan gas, pertambangan, pertanian, dan kelautan.
Di antara proyek utama adalah pengembangan Dimethyl Ether (DME) yang akan dilakukan secara paralel di Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Selain itu, pemerintah juga fokus untuk meningkatkan nilai tambah sektor pertambangan, termasuk tembaga, nikel, dan bauksit menjadi alumina. Hilirisasi di sektor perikanan, pertanian, dan kehutanan juga menjadi prioritas utama.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu, menegaskan bahwa pemerintah telah membentuk kedeputian yang berfokus pada hilirisasi.
“Dengan adanya kedeputian ini, kita sudah punya peta jalan atau roadmap jangka pendek, kita meng-cluster ada sekitar 28 komoditas strategis dan prioritas dalam melakukan hilirisasi, tapi bukan berarti yang lain tidak kita prioritaskan,” kata Todotua.
Todotua juga menyebutkan bahwa komoditas-komoditas ini memiliki cadangan yang sangat besar, sehingga sangat penting untuk mengelola hilirisasinya dengan hati-hati.
“Kita sudah punya 28 komoditas, kemudian juga di sini kita sedang memperdalam terhadap strategi investasi melalui pengembangan kawasan. Kita punya kurang lebih sekitar 166 Kawasan Industri, kemudian ada sekitar 25 kawasan ekonomi khusus, kita juga punya area Free Trade Zone Sabang, Batam, dan Bintan,” tambahnya.
Menurutnya, target hilirisasi sebesar USD 618 miliar pada 2025 akan mengandalkan kekuatan 28 sektor komoditas tersebut.
Kepala Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan Roeslani, menyatakan bahwa pihaknya akan memberikan pendanaan bagi proyek hilirisasi dengan prinsip kehati-hatian.
“Kami telah melaporkan kepada Presiden beberapa proyek yang akan kami investasikan. Kami akan mereview proyek-proyek ini dari sisi dampak terhadap penciptaan lapangan kerja, ekspor, pengurangan impor, dan tentu kesiapan pendanaannya,” ujar Rosan.
Menteri Rosan juga memastikan bahwa proses investasi ini akan melalui tahapan kompetitif dan due diligence yang ketat untuk memastikan proyek yang dibiayai memberikan return yang layak dan dampak ekonomi yang signifikan.
“Kami tidak hanya melihat return finansial, tetapi juga dampak positif jangka panjang bagi ekonomi nasional. Misalnya, proyek budidaya rumput laut yang bisa melibatkan banyak petani dan nelayan,” jelasnya.
Pemerintah Indonesia semakin serius dalam mengakselerasi program hilirisasi nasional. Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dipastikan akan mendanai puluhan proyek hilirisasi tahap pertama dengan total investasi sekitar USD 40 miliar.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa salah satu proyek hilirisasi yang penting adalah pembangunan pabrik Dimethyl Ether (DME) berbasis batu bara kalori rendah sebagai pengganti elpiji (LPG). Bahlil menyatakan bahwa proyek ini akan sepenuhnya didanai oleh pemerintah dan swasta nasional.
“Kita tidak butuh investor luar untuk pendanaan. Yang kita butuhkan adalah teknologi mereka. Capex-nya dari pemerintah dan swasta nasional, bahan bakunya dari dalam negeri, dan off-taker-nya pun sudah kita siapkan,” jelas Bahlil.
Selain DME, sektor mineral dan tambang juga akan mendapatkan perhatian besar, dengan rencana untuk meningkatkan nilai tambah tembaga, nikel, dan bauksit menjadi alumina. Sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan juga menjadi bagian dari agenda hilirisasi.
Danantara berencana mendanai proyek hilirisasi di sejumlah wilayah, termasuk Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
“Ada tiga hingga empat proyek yang akan kami dorong secara paralel di lokasi-lokasi tersebut,” ungkap Bahlil.
[UHD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.