Dailykaltim.co – Di tengah tekanan kerja yang semakin kompleks dan tuntutan sosial yang kian membebani, guru-guru sekolah dasar kerap dihadapkan pada fenomena burnout—sebuah kondisi kelelahan emosional dan penurunan performa yang berkelanjutan. Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 13 No. 2, Juni 2025, menyoroti secara khusus dua faktor utama yang mempengaruhi burnout: stres kerja dan kecerdasan emosional.

Studi berjudul The Dynamics of Burnout in Elementary School Teachers: The Role of Work Stress and Emotional Intelligence ini dilakukan oleh Fricylya dan tim dari Universitas Prima Indonesia dan Universitas Medan Area. Mereka mengambil sampel 167 guru dari seluruh SD Negeri di Kecamatan Medan Helvetia untuk menguji bagaimana kedua faktor tersebut saling berinteraksi dalam memengaruhi burnout para pendidik.

Temuan dari penelitian ini cukup mencolok. Stres kerja terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap burnout—semakin tinggi tingkat stres kerja, semakin tinggi pula kecenderungan seorang guru mengalami burnout. Sebaliknya, kecerdasan emosional memiliki pengaruh negatif dan signifikan—semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang, semakin kecil risiko ia mengalami burnout.

Dalam konteks ini, burnout bukan hanya kelelahan biasa. Ia mencakup tiga dimensi: kelelahan emosional akibat interaksi sosial yang intens, depersonalisasi atau jarak emosional yang mulai dibangun terhadap murid, dan penurunan prestasi atau rasa tidak kompeten dalam menjalankan peran profesional. Penelitian menyebutkan bahwa semua dimensi tersebut kian menonjol ketika tekanan pekerjaan tidak terkendali dan guru tak memiliki cukup dukungan emosional maupun strategi pengelolaan stres.

Yang menarik, peneliti juga mengungkap bahwa tidak semua guru memiliki respons yang sama terhadap tekanan. Mereka yang memiliki tingkat kecerdasan emosional tinggi menunjukkan ketahanan yang lebih kuat. Dengan kemampuan mengenali, mengelola, dan mengekspresikan emosi secara sehat, guru-guru ini mampu menahan laju degradasi performa akibat tekanan kerja.

Dalam wawancara dan observasi di lapangan, peneliti menemukan guru-guru menghadapi banyak tantangan: murid dengan keterbatasan pemahaman, kondisi kelas yang tidak kondusif, minimnya dukungan dari orang tua karena faktor ekonomi dan sosial, bahkan tuntutan birokratis yang terus bertambah. Di tengah segala ekspektasi dan kompleksitas ini, banyak guru mengaku merasa kelelahan secara fisik dan mental.

Dengan menggunakan metode regresi linear berganda dan analisis validasi yang ketat, penelitian ini memperkuat kesimpulan bahwa stres kerja merupakan faktor pemicu utama burnout, sementara kecerdasan emosional adalah faktor protektif yang esensial.

Implikasi dari temuan ini sangat relevan bagi pengambil kebijakan pendidikan dan manajemen sekolah. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya penyediaan pelatihan kecerdasan emosional bagi guru, serta pengembangan kebijakan manajemen stres yang lebih sistematis di lingkungan sekolah. Jika tidak ditangani secara serius, burnout bukan hanya akan menggerus kualitas pendidikan, tetapi juga merusak ketahanan mental tenaga pendidik yang menjadi garda depan dalam mencetak generasi masa depan.

Exit mobile version