Dailykaltim.co – Sebuah riset terbaru yang diterbitkan dalam Jurnal Bahasa, Sastra, dan Studi Budaya Vol. 9 No. 1 Januari 2025 menyajikan temuan yang unik sekaligus reflektif: penamaan kontak telepon teman dalam ponsel tidak sekadar soal memudahkan pencarian nomor, tetapi juga cermin hubungan sosial, kedekatan emosional, dan dinamika identitas dalam era digital. Penelitian ini berjudul Proximity Relationship in Naming Friends’ Telephone Numbers: A Socio-onomastic Analysis, ditulis oleh Yuliana Kristianti dan I Dewa Putu Wijana dari Universitas Gadjah Mada.

Berangkat dari perspektif sosio-onomastik—cabang kajian linguistik yang mengaitkan nama dengan relasi sosial—penelitian ini menggali bagaimana mahasiswa Magister Hubungan Internasional Universitas Indonesia memberi nama terhadap 39 kontak dalam ponselnya. Penamaan ini, sebagaimana ditemukan para peneliti, dibentuk oleh tiga lapisan relasi: teman dekat, teman biasa, dan kenalan.

Sebagai contoh, kontak dengan nama “Mine” disematkan kepada kekasihnya, menyiratkan rasa kepemilikan yang intim. Sedangkan “Rifal Ilmu Komunikasi” digunakan untuk teman satu kampus yang tidak terlalu dekat, dengan tambahan jurusan untuk membantu identifikasi. Ada juga “Peyek Jogja”, merujuk pada penjual peyek yang dikenal lewat transaksi makanan. Penamaan seperti ini tak hanya memuat identitas, tetapi juga relasi, latar belakang sosial, bahkan kesan personal terhadap pemilik nomor.

Temuan menarik lainnya adalah kecenderungan penggunaan struktur tertentu. Teman dekat cenderung dinamai dengan satu kata atau frasa penuh karakter personal seperti “Adimo Cantik” atau “Tombi Jijir”—nama yang menyiratkan sifat, kenangan, atau guyonan akrab. Sementara itu, teman biasa dan kenalan banyak dinamai dengan kombinasi nama dan atribut sosial seperti pekerjaan atau lokasi, misalnya “Adam Photography”, “Afni Medan”, atau “Andi Satpol PP”.

Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa strategi penamaan berubah tergantung intensitas relasi dan kepentingan identifikasi. Penambahan elemen seperti profesi, tempat asal, atau asosiasi sosial bertujuan memudahkan ingatan dan pencarian, khususnya bagi kontak yang tidak terlalu akrab.

Menurut para peneliti, fenomena ini menegaskan bahwa dalam era digital, penamaan menjadi bentuk baru identifikasi sosial yang terus berkembang. Dalam konteks linguistik, hal ini memperlihatkan keterkaitan antara variasi bahasa, ragam tutur (dari gaya intim hingga konsultatif), dan konstruksi identitas sosial yang terus dinegosiasikan di ruang virtual.

Penelitian ini juga membuka jalan bagi studi lanjutan tentang bagaimana bahasa mencerminkan perubahan budaya dalam masyarakat digital. Kristianti dan Wijana menyarankan agar studi selanjutnya mempertimbangkan faktor seperti latar belakang pendidikan, agama, hingga afiliasi budaya sebagai variabel penting dalam penamaan.

Sebagaimana dikutip dalam artikel ini: “Technology is one of the causal factors that differentiates naming individuals in the real world from the digital world,” tulis para peneliti. Maka tak mengherankan jika penamaan kontak di ponsel telah menjadi ruang baru di mana bahasa, identitas, dan hubungan sosial dipertukarkan dan ditafsirkan ulang.

Exit mobile version