Dailykaltim.co, Penajam – Penerapan sistem Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) di lingkungan pemerintahan Penajam Paser Utara (PPU) menuai kritik tajam dari Ketua Komisi II DPRD PPU, Thohiron.
Ia menilai, sistem tersebut tak lebih dari upaya mengakali struktur administrasi kepegawaian agar pemerintah tidak tampak bersalah atas nasib tenaga harian lepas (THL) yang semakin tak menentu.
Dalam pandangannya, kebijakan ini bukan solusi, melainkan memperdalam ketidakpastian status kerja para THL yang selama ini menggantungkan hidup pada honor daerah.
“Akhirnya kan ini menjadi akal-akalan saja. Mengakali sistem administrasi supaya THL ini tetap terakomodir,” kata Thohiron.
Ia menyebut penerapan PJLP melalui mekanisme e-katalog sebagai cara yang justru meminggirkan posisi THL dari sistem kerja yang semula memberikan kepastian relatif.
Dengan status THL, meski tanpa kejelasan jenjang karier, seseorang masih bisa merasa dibutuhkan oleh instansi tertentu secara berkelanjutan. Tapi dengan skema PJLP, hubungan kerja menjadi jauh lebih fleksibel—dan di saat yang sama, penuh ketidakpastian.
“Tetapi sistem ini menjadikan THL itu serba susah. Kalau dia kemarin berada di posisi dia sebagai THL, kan sudah punya jaminan bahwa jasanya akan dipakai,” ujar Thohiron.
Menurutnya, sistem PJLP yang mensyaratkan jasa perorangan diposting dalam e-katalog digital membuat posisi para pekerja rentan makin lemah. Mereka kini tidak lagi bisa bergantung pada keberlanjutan kontrak dengan satu OPD.
Sebaliknya, keberadaan mereka tergantung pada kebutuhan dinas yang bersangkutan, kapan pun dan jika diperlukan.
“Dengan pola ini, dia enggak punya jaminan karena dia dipost di e-catalog. Kalau dia perlu, akan dipakai,”ucapnya.
Kondisi ini, kata Thohiron, menciptakan dilema besar di internal OPD. Sebab pengalokasian pekerja lewat PJLP membuat satuan kerja teknis tidak lagi leluasa menentukan formasi berdasarkan kebutuhan jangka panjang. Di sisi lain, keterbatasan anggaran dan tekanan untuk mengikuti regulasi dari pusat membuat pemerintah daerah berada dalam posisi sulit.
“Dilematis karena pengalokasian kepada OPD,” tambahnya singkat namun sarat makna.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa kebijakan ini mencerminkan kegamangan pemerintah dalam menangani persoalan THL yang tak kunjung memiliki arah penyelesaian.
Bukannya memberikan jaminan atau reformasi kelembagaan yang berpihak pada tenaga kerja non-ASN, pemerintah justru memilih jalur teknokratis yang membuat THL semakin tidak berdaya di tengah mekanisme yang formal tapi tidak memihak.
“Makanya, secara tidak langsung, ini mengakali supaya tidak terlalu disalahkan pemerintah ini dengan kondisi THL ini,” kata Thohiron.
[RRI | ADV DPRD PPU]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.