Dailykaltim.co, Penajam – Wacana pemekaran desa dan kelurahan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dinilai belum memiliki arah yang jelas. Komisi I DPRD PPU meminta pemerintah daerah tidak lagi menunda komunikasi resmi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memastikan legalitas dan strategi yang bisa ditempuh dalam proses tersebut.
Sebab hingga kini, pembahasan pemekaran masih terjebak dalam asumsi dan strategi internal yang belum diuji ke pusat.
“Nah, makanya kenapa kita tadi menyampaikan ke Pemda, minimal diperjelas. Kita datang dulu ke Kemendagri, prolog dulu, agar kita tahu strategi apa yang bisa kita lakukan,” kata Anggota Komisi I DPRD PPU, Muhammad Bijak Ilhamdani, seusai rapat kerja bersama eksekutif.
Bijak menegaskan bahwa Komisi I mendukung langkah pemerintah daerah untuk menyiapkan kajian teknis dan dokumen pendukung pemekaran. Namun, ia menilai bahwa proses tersebut seharusnya dibarengi dengan komunikasi awal kepada Kemendagri agar arah kerja lebih terarah. Apalagi, ada banyak hal yang belum pasti, termasuk soal apakah pengajuan perubahan status kelurahan menjadi desa bisa diterima dalam kerangka regulasi saat ini.
“Minimal ada desa dan kelurahan yang bisa kita mekarkan. Tetapi nyatanya, sampai di sana kan ada yang terkendala. Nah, prinsip apa yang terkendala,” ujarnya.
Menurut Bijak, salah satu poin yang masih mengambang adalah boleh tidaknya kelurahan berubah menjadi desa, dan jika boleh, apa syarat administratif serta teknis yang harus dipenuhi. Selama belum ada jawaban resmi dari pemerintah pusat, seluruh pembahasan di tingkat daerah masih bersifat spekulatif.
“Misalnya pengajuan kelurahan yang mau berubah status menjadi desa, apakah itu diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu? Itu kan kita ingin tahu dulu,” tegasnya.
Namun ia juga mengakui adanya perbedaan strategi antara legislatif dan eksekutif. Pemda, khususnya Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra, disebut menginginkan agar seluruh dokumen dan kajian disiapkan secara matang sebelum bertemu dengan pihak Kemendagri. Strategi ini menurut Bijak justru bisa menghambat efisiensi waktu dan membuat proses bekerja dua kali jika ternyata sebagian arah kebijakannya bertentangan dengan kebijakan pusat.
“Nah, itu belum ada dikomunikasikan. Sementara teman-teman Pemda ini, khususnya Asisten I, ini kan punya strategi yang berbeda. Itulah strategi beliau, ini bagaimana nanti kita ke sana sudah dengan barang matang,” katanya.
“Tetapi barang matang ini kan pertama, kelemahannya membutuhkan waktu yang lebih lama. Kemudian, ini bisa menimbulkan inefisien, artinya waktu yang digunakan akan agak panjang karena kita bekerja dua kali,” lanjut Bijak.
DPRD sendiri mendorong agar pemerintah daerah segera melakukan pertemuan awal dengan Kemendagri guna mengetahui batas-batas kebijakan yang masih bisa diperjuangkan. Dengan begitu, tahapan berikutnya bisa lebih terukur dan tidak membuang waktu dan sumber daya.
“Tetapi kalau kita bisa ke sana dulu untuk mendapatkan prolog apa yang bisa dilakukan dan tidak bisa dilakukan, kan minimal kita bisa memperbaiki,” ujarnya.
Dalam rapat yang digelar bersama, DPRD dan Pemda akhirnya menyepakati perlunya batas waktu yang jelas untuk mulai bergerak ke tingkat pusat. Muhammad Bijak menyebut, pasca-Lebaran akan menjadi momentum penting untuk melaksanakan audiensi dengan Kemendagri, dengan membawa hasil kajian awal yang sudah disiapkan daerah.
“Tetapi tadi sudah kita sepakati agar nanti ke depan kita punya deadline waktu. Mungkin setelah lebaran, kita sudah bisa ke Kemendagri dengan membawa data yang sudah selesai dilakukan kajian,” tutupnya.
[RRI | ADV DPRD PPU]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.