Dailykaltim.co – Dalam laporan terbaru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti tingginya risiko praktik korupsi di sektor Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) Tahun 2024. Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menegaskan bahwa PBJ masih menjadi “lahan subur” bagi suap, gratifikasi, dan kolusi di lingkungan kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (PD)
Survei menunjukkan risiko penyalahgunaan dalam pengelolaan PBJ mencapai 97 persen di tingkat K/L dan 99 persen di tingkat PD.
“Temuan ini didukung oleh 53% responden internal yang mengakui adanya penyimpangan di sektor ini,” ungkap Pahala.
Beberapa temuan krusial SPI 2024 mencakup:
- 49 persen proses pemilihan vendor telah diatur sebelumnya.
- 56 persen kualitas barang/jasa tidak sesuai dengan harga pengadaan.
- 38 persen hasil pengadaan tidak memberikan manfaat optimal.
- 71 persen peningkatan praktik nepotisme dalam penunjukan vendor.
- 46 persen kasus gratifikasi dari vendor kepada penyelenggara negara.
“Meski KPK telah mendorong digitalisasi PBJ, praktik korupsi masih meluas. Perlu perbaikan menyeluruh untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas,” tegas Pahala.
SPI 2024 juga mengungkap bahwa 9 persen responden di seluruh K/L/PD mengakui pemenang pengadaan seringkali memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat.
“Praktik ini merusak prinsip keadilan, efisiensi, dan profesionalisme. Korupsi PBJ secara langsung menurunkan kualitas penggunaan anggaran negara,” jelas Pahala.
Ia menambahkan bahwa kolusi dalam PBJ tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.
“Contohnya, barang yang dibeli tidak sesuai spesifikasi atau proyek mangkrak karena dana dikorupsi. Ini merugikan masyarakat,” ujarnya.
KPK mengakui bahwa digitalisasi sistem PBJ melalui platform seperti e-Procurement belum sepenuhnya efektif dalam menekan korupsi.
“Digitalisasi hanya alat. Jika mental penyelenggara tidak berubah, celah korupsi tetap ada,” kata Pahala.
Untuk itu, KPK mendesak pemerintah melakukan reformasi struktural, termasuk:
- Penguatan pengawasan internal di setiap tahap PBJ.
- Penegakan sanksi tegas bagi pelaku gratifikasi dan nepotisme.
- Pelibatan masyarakat dalam melaporkan indikasi penyimpangan.
- Peningkatan kapasitas SDM penyelenggara PBJ melalui pelatihan integritas.
Pahala menegaskan bahwa korupsi di sektor PBJ tidak hanya merugikan APBN/APBD, tetapi juga memperlambat pencapaian target pembangunan.
“Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun sekolah, jalan, atau rumah sakit, justru dikorupsi. Ini menghambat kesejahteraan rakyat,” paparnya.
Contohnya, temuan 56 persen ketidaksesuaian kualitas barang menunjukkan bahwa uang negara seringkali “menguap” tanpa hasil nyata.
“Jika anggaran Rp1 triliun dikorupsi 30 persen, maka Rp300 miliar hilang. Dana sebesar itu bisa membangun 10 sekolah atau 5 puskesmas,” tegasnya.
KPK mendorong pemerintah pusat dan daerah menjadikan temuan SPI 2024 sebagai acuan perbaikan.
“Kami akan terus memantau implementasi rekomendasi dan mendukung langkah tegas K/L/PD dalam memberantas korupsi PBJ. Masyarakat juga harus aktif melaporkan melalui kanal Lapor KPK atau Aduan Pengadaan di platform resmi,” tutup Pahala.
[UHD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.