Dailykaltim.co – Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi, media sosial telah menjadi ruang baru yang membentuk perilaku dan nilai generasi muda. Salah satu yang paling menonjol adalah TikTok, platform berbagi video pendek yang lahir di Tiongkok dan kini menjadi fenomena global. Di Indonesia, TikTok bukan sekadar hiburan; ia telah menjadi ruang identitas, ekspresi diri, bahkan arena ekonomi digital. Namun di balik pesonanya, hadir pula dampak sosial dan psikologis yang membentuk gaya hidup remaja masa kini.
Penelitian bertajuk “Pengaruh Media Sosial TikTok terhadap Gaya Hidup Remaja Masa Kini” yang dipublikasikan dalam Jurnal Sistem dan Teknologi Informasi (JSTI), Vol. 06, No. 3, Agustus 2024, karya Merry Dian Khoiroh, Muhlis Tahir, M. Ainul Yaqin Asmorodono, Iksan Dwi Rahmawan, Diniyatul Fatma, Maulana Pramudigdo, dan M. Rosul dari Universitas Trunojoyo Madura, menyoroti fenomena ini secara ilmiah. Dengan pendekatan kuantitatif dan teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon), penelitian ini mengungkap bagaimana TikTok berperan sebagai stimulus yang mampu memengaruhi pola pikir dan perilaku remaja, hingga akhirnya membentuk gaya hidup baru yang bersifat konsumtif dan trend-sentris.
Dalam konteks modern, teknologi informasi dan komunikasi telah menjelma menjadi infrastruktur utama kehidupan sosial. Internet bukan lagi sekadar alat, tetapi ekosistem yang menata ulang cara manusia berinteraksi, mencari informasi, bahkan membangun identitas. TikTok, menurut penelitian tersebut, muncul sebagai simbol New Media yang memadukan hiburan, interaksi sosial, dan algoritma personalisasi yang kuat.
Menariknya, penelitian menunjukkan bahwa lonjakan popularitas TikTok terjadi signifikan selama masa pandemi COVID-19. Ketika mobilitas fisik terbatas, dunia digital menjadi pelarian kolektif. Bagi remaja, TikTok bukan hanya media hiburan, tetapi juga “ruang sosial baru” tempat mereka berjejaring, mengekspresikan diri, dan mencari validasi sosial melalui jumlah likes, views, dan followers.
Namun di balik ruang kreatif itu, penelitian juga menemukan sisi gelap: arus konten yang tak terfilter. Tren video berjoget dengan pakaian minim, tantangan berisiko, hingga konten “racun belanja” yang mendorong perilaku konsumtif menjadi fenomena yang tidak bisa diabaikan. Dalam konteks ini, TikTok bukan hanya mencerminkan gaya hidup remaja, tetapi turut mengarahkan mereka pada gaya hidup tertentu.
Penelitian yang melibatkan 50 responden dari Universitas Muhammadiyah Ponorogo ini menemukan bahwa TikTok memiliki pengaruh signifikan terhadap gaya hidup remaja, khususnya dalam hal konsumsi dan perilaku sosial. Program affiliate marketing yang memungkinkan pengguna memasarkan produk melalui video menjadi salah satu pemicu utama perubahan gaya hidup konsumtif.
Konten-konten rekomendasi barang—yang populer disebut “konten racun”—mendorong remaja untuk membeli produk demi mengikuti tren atau mencari pengakuan sosial. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana ruang digital telah bertransformasi menjadi arena ekonomi visual, di mana estetika dan gaya hidup dijual dalam bentuk konten.
Dari hasil uji statistik menggunakan perangkat lunak SPSS versi 20.0, peneliti menemukan nilai t-hitung sebesar 5,241 yang lebih besar dari t-tabel 3,920, dengan tingkat signifikansi 0,000. Artinya, TikTok memang memiliki pengaruh nyata terhadap gaya hidup remaja. Besarnya koefisien korelasi (0,403) menunjukkan bahwa pengaruh ini cukup kuat, meski masih ada 83,7 persen faktor lain yang turut membentuk perilaku remaja di luar TikTok, seperti lingkungan sosial, keluarga, dan budaya populer lainnya.
Meski demikian, penelitian ini tidak menempatkan TikTok sepenuhnya sebagai entitas negatif. Sebaliknya, TikTok juga menjadi ruang kreatif yang memungkinkan remaja menyalurkan ide dan bakat. Fitur-fitur seperti musik, filter visual, dan editing tools memicu eksplorasi estetika dan ekspresi diri. Banyak remaja yang memanfaatkan platform ini untuk menampilkan karya seni, edukasi singkat, hingga kampanye sosial.
Namun, batas antara kreativitas dan kecanduan digital semakin kabur. Algoritma TikTok yang dirancang untuk mempertahankan perhatian pengguna terbukti memicu perilaku adiktif. Notifikasi, video berulang, dan sistem penghargaan sosial berbasis angka membuat pengguna sulit melepaskan diri dari layar. Fenomena ini selaras dengan konsep “dopamin loop” yang kerap disebut para peneliti psikologi digital—di mana kepuasan sesaat dari interaksi media sosial menciptakan siklus kecanduan emosional.
Dari hasil penelitian tersebut, para peneliti Universitas Trunojoyo Madura menegaskan pentingnya literasi digital sebagai tameng utama menghadapi dampak sosial media. Literasi digital tidak hanya berarti mampu menggunakan teknologi, tetapi juga memahami konteks, dampak, dan etika di balik penggunaannya.
Bagi remaja, kemampuan untuk menyeleksi konten, mengelola waktu, serta memahami strategi komersialisasi yang tersembunyi di balik algoritma menjadi kunci membangun gaya hidup yang sehat di era digital. Di sisi lain, bagi lembaga pendidikan dan keluarga, kesadaran untuk membimbing penggunaan media sosial menjadi urgensi baru di tengah derasnya arus informasi.
Penelitian ini menegaskan bahwa media sosial, khususnya TikTok, tidak bisa hanya dilihat sebagai hiburan, melainkan sebagai ekosistem sosial yang membentuk nilai dan kebiasaan generasi muda. Dengan pengaruh sebesar 16,3 persen terhadap gaya hidup remaja, TikTok telah menjelma menjadi ruang budaya baru yang menciptakan identitas digital generasi masa kini.
[UHD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.