Dailykaltim.co – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengingatkan agar penyusunan aturan terkait industri hasil tembakau dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan melibatkan berbagai pihak melalui dialog terbuka. Hal ini juga termasuk dalam penyusunan peraturan pelaksana mengenai pengamanan zat adiktif, yang dinilainya perlu dibahas secara mendalam dan tidak tergesa-gesa.
“Dari sisi negara, salah satu penyumbang terbesar perpajakan berasal dari industri hasil tembakau, makanya itu kan untuk kontrol, karena kalau mau kami hilangkan juga tidak mungkin soal tembakau ini karena ada berapa tenaga kerja, petani, dan sebagainya. Ini memang hal yang sangat kompleks,” ujar pria yang akrab disapa Eddy dalam keterangan resmi, Selasa (28/10/2025).
Menurut Eddy, penyusunan kebijakan ini memerlukan dasar yang kuat secara filosofis, yuridis, dan sosiologis. Prinsip kehati-hatian penting agar aturan yang dibuat tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat. Ia menekankan bahwa regulasi yang baik harus mampu mendorong kepatuhan secara sukarela dan tidak mengabaikan prinsip-prinsip penyusunan peraturan perundang-undangan yang ideal.
Eddy juga menilai, dinamika pembahasan aturan industri tembakau berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat hingga tarik-menarik kepentingan. Namun, ia menekankan pentingnya mencari solusi win-win agar hasil regulasi tidak merugikan salah satu pihak.
Ia mencontohkan isu yang kemungkinan menjadi perdebatan, seperti pengaturan peredaran hasil tembakau dan standardisasi kemasan. Menurutnya, bila kemasan rokok dibuat seragam, hal itu dapat menimbulkan potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Merek.
Sebaliknya, jika kemasan dibuat tidak menarik untuk mencegah anak di bawah umur mencoba merokok dengan pertimbangan kesehatan, langkah itu juga tidak memberikan jaminan efektif.
Eddy menjelaskan, apabila produsen sudah mencantumkan peringatan bahaya merokok pada kemasan, maka tanggung jawab hukum telah dipenuhi.
“Jadi produsen harus memberitahukan efek atau bahaya dari suatu barang, suatu obat yang diedarkan. Jika dia sudah beritahu, pabrik sudah selesai dan lepas dari pertanggungjawaban pidana,” katanya.
Ia menegaskan, ketentuan tersebut sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya bab tentang kejahatan obat, barang, dan makanan. Dengan demikian, penyusunan regulasi pengamanan zat adiktif harus mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan masyarakat dan keberlangsungan industri nasional.
[UHD]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.
