Dailykaltim.co – Di tengah geliat gaya hidup urban dan laju konsumsi yang tak mengenal jeda, masyarakat Tulungagung—terutama kalangan muda—memperlihatkan kecenderungan kuat terhadap perilaku konsumtif yang semakin kompleks. Fenomena ini menjadi fokus utama dalam penelitian berjudul Pengaruh Gaya Hidup dan Pengendalian Diri terhadap Perilaku Konsumtif Masyarakat Tulungagung (Studi Kasus pada Rumah Putih Coffee House) yang ditulis oleh Nilla Evangelistha Ndaru Lindratno dan Muhammad Anasrulloh dari Universitas Bhinneka PGRI. Artikel tersebut dipublikasikan dalam Jurnal Economina, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2022.
Dengan pendekatan kuantitatif dan melibatkan 98 responden dari kalangan pengunjung Rumah Putih Coffee House, penelitian ini menemukan bahwa perilaku konsumtif bukanlah gejala tunggal, melainkan hasil interaksi dua variabel utama: gaya hidup dan tingkat pengendalian diri. Penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup memiliki pengaruh paling dominan, disusul pengendalian diri sebagai faktor penghambat.
Persamaan regresi Y = 3,160 + 0,632X₁ + 0,374X₂ yang dihasilkan dari uji linier berganda menggambarkan bahwa setiap peningkatan satu poin gaya hidup akan mendorong peningkatan perilaku konsumtif sebesar 0,632 poin. Demikian pula, peningkatan satu poin pengendalian diri justru juga meningkatkan perilaku konsumtif sebesar 0,374 poin—sebuah ironi yang menunjukkan bahwa kendali diri yang tinggi bukan berarti bebas konsumtif, melainkan cenderung bergeser pada konsumsi yang lebih terstruktur atau tersembunyi. Total kontribusi kedua variabel ini terhadap perilaku konsumtif mencapai 65,8 persen.
Gaya hidup yang dimaksud dalam penelitian ini bukan semata kebiasaan belanja atau kecenderungan mengikuti tren. Ia adalah representasi diri yang menggabungkan cara seseorang menghabiskan waktu, membelanjakan uang, hingga mengekspresikan identitas sosial. Dalam konteks masyarakat Tulungagung, gaya hidup yang dominan adalah hedonistik—yakni menempatkan kepuasan pribadi dan eksistensi sosial sebagai poros utama. Rumah Putih Coffee House sebagai lokasi studi tak hanya menjadi tempat bersantai, tapi juga arena representasi gaya dan gengsi.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa konsumsi dalam lingkup gaya hidup modern bukan sekadar soal kebutuhan primer dan sekunder, melainkan telah bergeser menjadi simbol status. Bahkan, pengeluaran yang seharusnya berdasarkan pertimbangan rasional, kini seringkali dipengaruhi oleh tekanan sosial dari lingkungan digital dan fisik. Remaja dan dewasa muda yang menjadi responden dalam penelitian ini banyak mengaku mengonsumsi produk tertentu demi terlihat ‘ikut zaman’, bukan karena benar-benar membutuhkannya.
Menariknya, tingkat pengendalian diri yang tinggi juga tidak selalu menjauhkan individu dari perilaku konsumtif. Sebaliknya, individu dengan pengendalian diri baik justru tetap melakukan konsumsi, namun dengan justifikasi yang lebih rasional—seperti memilih diskon, membandingkan harga, atau merencanakan pembelian berdasarkan waktu tertentu. Ini memperlihatkan bahwa kontrol tidak menghilangkan dorongan konsumsi, tetapi hanya mengalihkan bentuknya.
Penelitian ini merekomendasikan agar masyarakat—terutama generasi muda—belajar menyeimbangkan keinginan dan kebutuhan. Penguatan literasi keuangan, kesadaran akan dampak jangka panjang perilaku konsumtif, serta pelatihan pengendalian diri berbasis pengalaman sosial menjadi kunci untuk mencegah budaya konsumsi tanpa batas yang berpotensi menjebak dalam siklus utang dan tekanan ekonomi personal.
Sebagai penutup, penelitian ini menjadi refleksi penting bahwa perilaku konsumtif bukan semata-mata gejala ekonomi, tetapi juga konstruksi sosial yang dibentuk dari gaya hidup dan pilihan individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Di balik secangkir kopi dan unggahan Instagram yang tampak biasa, terselip pergulatan antara identitas, kebutuhan, dan rasa cukup.
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.