Menurut laman resmi Kementerian Luar Negeri (Kemlu), lima isu yang diangkat adalah sentralitas ASEAN, ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP), situasi di Myanmar, Laut China Selatan, dan isu Palestina.
Pertama, Retno menekankan pentingnya ASEAN untuk tidak menjadi proksi kekuatan mana pun. “Jika ASEAN menjadi proksi, akan sulit bagi ASEAN untuk memainkan peran sentralnya dan tetap menjadi jangkar bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan,” tegasnya.
Kedua, terkait keberlanjutan implementasi AOIP, Retno memastikan bahwa AOIP harus terus diarusutamakan baik dalam kegiatan internal ASEAN maupun dengan mitra wicaranya.
Ketiga, Retno menyatakan kekecewaannya terkait kurangnya kemajuan dalam implementasi Five-Point Consensus (5PC) oleh Myanmar.
Situasi di Myanmar semakin memburuk dengan meningkatnya konflik internal, jumlah pengungsi, dan aktivitas kejahatan lintas batas seperti online scam dan perdagangan obat-obatan terlarang yang mayoritas korbannya adalah warga Asia Tenggara.
Keempat, mengenai Laut China Selatan, Retno menyatakan kekhawatirannya terhadap eskalasi yang semakin nyata dan berbahaya.
“Satu langkah salah di Laut China Selatan bisa mengubah api kecil menjadi badai api yang mengerikan,” ujarnya.
Kelima, Retno mendorong ASEAN untuk bersatu dalam menyuarakan penghentian genosida dan pelaksanaan gencatan senjata permanen di Palestina.
“ASEAN harus terus mendorong implementasi Resolusi 2735 dan mendukung Fatwa Hukum (Advisory Opinion) dari Mahkamah Internasional,” ungkapnya.