Dailykaltim.co, Penajam – Kritik tajam kembali dilontarkan Ketua Komisi II DPRD Penajam Paser Utara (PPU), Thohiron, soal mandeknya gerakan koperasi di daerah. Ia menilai, dari sekian banyak koperasi yang terdaftar, hanya segelintir yang benar-benar beroperasi dengan prinsip koperasi yang sebenarnya.
Bahkan, sebagian besar justru menyimpang dari semangat kolektivitas yang seharusnya menjadi jiwa koperasi.
“Di PPU ini, selain koperasi milik perusahaan, koperasi yang benar-benar berjalan itu cuma koperasi simpan pinjam,” ujar Thohiron.
Namun koperasi simpan pinjam pun, menurutnya, tak sepenuhnya memenuhi prinsip koperasi yang ideal. Ia menilai model bisnisnya lebih mirip lembaga keuangan mikro yang membebani anggota dengan pinjaman bunga tinggi, ketimbang menjadi alat gotong royong untuk menguatkan ekonomi masyarakat kecil.
“Tapi itu juga sebenarnya bukan koperasi dalam arti sebenarnya. Lebih ke arah pembebanan ke anggota. Yang jalan itu cuma koperasi milik orang-orang tertentu, dan kita tidak tahu siapa pemilik sebenarnya,” tegasnya.
Pernyataan Thohiron itu menggambarkan krisis kepercayaan sekaligus krisis kelembagaan koperasi di tingkat lokal. Ia menilai sebagian koperasi di PPU telah bergeser menjadi kendaraan pribadi segelintir orang, bukan wadah ekonomi rakyat seperti yang dicita-citakan sejak awal kemerdekaan.
Salah satu bentuk koperasi yang seharusnya dikembangkan di daerah, menurutnya, adalah koperasi konsumsi yang menyediakan kebutuhan pokok masyarakat. Tapi di PPU, koperasi semacam ini sangat sulit tumbuh, kecuali di lingkungan perusahaan besar yang punya sumber daya cukup untuk menopangnya.
“Kalau koperasi yang menyediakan bahan pokok dan kebutuhan sehari-hari, kayaknya berat kalau bukan koperasi milik perusahaan. Harusnya bisa dipelopori oleh pegawai negeri. Misalnya Korpri bikin koperasi,”usulnya.
Thohiron menyayangkan lemahnya inisiatif kelembagaan formal seperti Korpri untuk membentuk koperasi yang benar-benar menyentuh kebutuhan anggota, terutama di sektor konsumsi sehari-hari. Menurutnya, para aparatur sipil negara sebenarnya memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor koperasi sehat jika diberi keleluasaan dan didukung dengan pembinaan serius.
Ia juga menyebut peluang pengembangan koperasi berbasis desa yang hingga kini belum tergarap secara maksimal. Padahal, kata Thohiron, desa-desa di PPU punya potensi komoditas yang kuat—baik pertanian, perikanan, maupun perkebunan—yang bisa menjadi basis usaha koperasi unit desa (KUD).
“Kalau sesuai dengan potensi desa, misalnya berbasis komoditi atau hasil pertanian, ya bagus saja kalau ada,”ujarnya.
Namun realitasnya, hingga kini belum ada koperasi desa yang benar-benar tumbuh dan berkelanjutan. Salah satu hambatan utama, menurut Thohiron, terletak pada kualitas dan kesinambungan kepengurusan. Banyak koperasi desa yang mati suri atau bubar karena konflik internal, tidak adanya regenerasi, atau sekadar menjadi formalitas dalam administrasi pembangunan.
“Tapi sampai sekarang belum ada. Desa sebenarnya bisa membuat koperasi unit desa, misalnya untuk menyediakan pupuk atau obat-obatan,” lanjutnya.
Lebih dalam, ia mengungkapkan bahwa trauma terhadap kegagalan masa lalu menjadi salah satu penghambat terbesar. Masyarakat, katanya, cenderung skeptis terhadap koperasi karena pengalaman buruk sebelumnya: ada yang kehilangan simpanan, ada yang ditinggal pengurusnya, atau koperasi bubar diam-diam tanpa laporan.
“Tapi persoalannya itu-itu saja: kepengurusan. Ada semacam trauma juga, sehingga koperasi tidak jalan maksimal,” tutup Thohiron, menyimpulkan.
[RRI | ADV DPRD PPU]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.