Dailykaltim.co, Penajam – Di tengah upaya pemerintah daerah meningkatkan budaya literasi di masyarakat, Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Arsip (Dispusip) Penajam Paser Utara (PPU), Aswar Bakri, menekankan bahwa keberhasilan program literasi tak hanya bergantung pada ketersediaan buku dan fasilitas perpustakaan, tetapi juga pada kualitas sumber daya manusia—khususnya para pustakawan.
“Karena itu, ada peran penting dari para pustakawan dan pustakawati dalam memotivasi masyarakat luas agar terus berkunjung dan meningkatkan minat bacanya,” ujar Aswar.
Ia menilai, pustakawan bukan sekadar petugas yang menjaga rak buku, melainkan ujung tombak dalam membentuk pengalaman literasi yang bermakna bagi masyarakat. Pustakawan yang aktif, terlatih, dan komunikatif dapat mengubah citra perpustakaan dari tempat sunyi menjadi pusat interaksi pengetahuan.
Tak hanya itu, menurut Aswar, keberadaan dan kapasitas pustakawan juga menjadi salah satu indikator penting dalam pengukuran Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) yang dirumuskan oleh Perpustakaan Nasional. Indeks ini mencakup berbagai aspek, termasuk sarana dan prasarana, koleksi bahan bacaan, serta jumlah dan kualifikasi tenaga pustakawan.
“Bicara pustakawan, itu salah satu indikator dalam mengukur Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat,”jelasnya.
Dispusip PPU sendiri menyadari bahwa tantangan utama di daerah adalah ketersediaan pustakawan yang memenuhi standar kompetensi. Banyak taman baca dan pojok literasi di tingkat desa masih dikelola secara sukarela oleh masyarakat atau guru-guru sekolah tanpa pelatihan pustakawan yang memadai.
“Pustakawan, sarana-prasarana, termasuk jumlah bukunya. Kalau tadi kita bicara minat baca, sekarang kita bicara literasi,” kata Aswar.
Ia menjelaskan bahwa perbincangan mengenai literasi saat ini telah bergeser dari sekadar keterampilan membaca dan menulis ke arah pemahaman yang lebih luas. Dalam pendekatan kontemporer, literasi mencakup literasi digital, literasi media, literasi keuangan, hingga literasi budaya, yang semuanya memerlukan fasilitator atau pemandu—dalam hal ini pustakawan—yang bisa menjembatani informasi dengan kebutuhan masyarakat.
“Literasi itu dalam arti sempit berkaitan dengan membaca, tapi sekarang kita juga mengenal literasi keuangan, literasi media, dan sebagainya. Persoalan SDM pustakawan ini jadi persoalan utama,” ujarnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Dispusip PPU sedang menyiapkan program pelatihan terpadu bagi calon pustakawan desa serta relawan literasi. Program ini akan difokuskan pada keterampilan dasar pelayanan perpustakaan, digitalisasi konten, serta pendekatan interaktif kepada pengunjung—khususnya anak-anak dan remaja.
Selain itu, pihaknya juga tengah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa untuk menjadikan taman bacaan sebagai bagian integral dari pembangunan desa. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi ketimpangan akses literasi dan memperluas cakupan pustaka aktif di wilayah pelosok.
Ke depan, Dispusip berambisi menjadikan perpustakaan bukan hanya tempat membaca, tetapi pusat literasi multidimensi—tempat masyarakat belajar mengelola informasi, mengembangkan potensi ekonomi, dan memperkuat identitas budaya lokal.
“Kami ingin pustakawan menjadi agen perubahan, bukan hanya penjaga buku,” pungkas Aswar.
[RRI | ADV DISKOMINFO PPU]
*Dapatkan berita pilihan terbaru setiap hari dari Dailykaltim.co. Informasi terbaru juga dapat dilihat dan diikuti di seluruh media sosial Dailykaltim.co termasuk Instagram, Facebook, X (twitter), Tiktok dan Youtube.